Senin, 06 Desember 2010

PTK tentang Teka Teki Silang ( TTS )

Nofiar arif, S. Pd. UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DALAM PROSES BELAJAR IPS KELAS VI MELALUI PENERAPAN METODA PERMAINAN TEKA TEKI SILANG DI SD NEGERI RAMBUTAN 02 PAGI JAKARTA TIMUR


ABSTRAK
Dikalangan siswa pada saat ini pelajaran Pengetahuan Sosial tidak begitu menarik untuk dipelajari, minat dan kreatif siswa terhadap pelajaran tersebut rendah. Setuasi demikian disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya perhatian pemerintah yang kurang terhadap pelajaran tersebut dibandingkan dengan pelajaran lain, minat baca para siswa yang kurang diera belakangan ini, dan kurang kreatifnya guru dalam mengemas pembelajaran.
Mencari solusi terhadap hal di atas adalah sesuatu yang menjadi tanggung jawab pihak terkait. Maka dalam hal ini guru harus cerdas menciptakan suatu metoda baru yang mengubah segala paradikma belajar sehingga minat siswa belajar Pengetahuan Sosial kembali tumbuh sesuai dengan harapan.
Penelitian ini mengangkat permasalahan dengan metoda permainan Teka Teki Silang dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk belajar Pengetahuan Sosial. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan, 1).minat belajar siswa. 2) kualitas pembelajaran pengetahuan sosial, 3) Minat dan kreatif siswa dalam belajar pengetahuan sosial.4) Keberanian siswa dalam mengkomunikasikan ide dan gagasan.5) Kebermaknaan suatu proses pembelajaran.
Metoda penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas ( Class Action Research ) sebanyak dua siklus kemudian pengolahan data dengan menggunakan metoda kualitatif. Dengan pengolahan dan analisis data ditemukan bahwa dengan metoda permainan teka teki silang, minat belajar siswa meningkat dan tidak menjemukan . Dalam hal ini pembelajaran tidak terpusat lagi pada guru, akan tetapi siswa sudah bisa belajar sendiri atau berkelompok.

PTK Pendekatan Jigsaw

ABSTRAK
Masri, S. Pd, 07011657014, Upaya peningkatan hasil belajar IPS melalui pendekatan Cooperative Learning model Jigsaw kelas V SD Islam Teladan Panglima Besar Soedirman Jakarta, Pendidikan Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui jalur pendidikan, FKIP UHAMKA Jakarta 2008
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas isi, masukan, proses dan hasil pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, untuk mengetahui apakah dengan pendekatan cooperative learning model Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPS.
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom Action Research) dengan 2 siklus dan masing-masing siklus dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
Dari hasil pengumpulan, pengolahan dan analisis data secara kualitatif ditemukan bahwa dengan cooperative learning model Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPS. Sebelum diberikan tindakan skor nilai siswa adalah 74,9. Setelah diberikan tindakan meningkat sebanyak 4,6 poin menjadi 79,5. Sedangkan pada siklus pertama dan kedua meningkat dari 79,5 menjadi 81,3 dan 83,7. Sedangkan di akhir siklus ke dua, skor siswa mencapai 86,9. Dengan cooperative learning model jigsaw juga dapat meningkatkan kreatifitas dan aktifitas siswa. Dari 29 sampel penelitian, 90 % menyukai pendekatan cooperative learning model jigsaw, 83 % dapat mengikuti dinamika kelompok, 83 % dapat memahami materi pelajaran dengan baik. Pembelajaran bukan lagi bersifat guru sentris tapi beralih kepada siswa sentris. Dengan cooperative learning model Jigsaw, pembelajaran lebih bermakna dan potensi yang dimiliki siswa dapat dikembangkan. Sisi lain dari pendekatan cooperative learning model jigsaw adalah nilai-nilai pluralisme seperti etnis, agama, jender dan budaya dapat dipahami oleh siswa sejak dini dan hal ini sangat tepat jika pembelajaran IPS dilaksanakan dengan pendekatan cooperative learning model jigsaw untuk menjawab tantangan masa depan yang makin kompleks.

Kamis, 22 April 2010

Keunikan Perkalian dengan 9

Rumusnya: A X 9 = A0 - A
Contoh:
7 X 9 = 70 - 7 = 63
13 X 9 = 130 - 13 = 120 - 3 = 117
258 X 9 = 2580 - 258 = 2380 - 58 = 2330 - 8 = 2322

Perkalian dengan angka 99
---------------------------------------
Rumusnya: A X 99 = A00 - A
Contoh:
7 X 99 = 700 - 7 = 693
13 X 99 = 1300 - 13 = 1287
258 X 99 = 25542

Selanjutnya dapat dikembangkan untuk perkalian dengan angka 999, 9999 ...dst

Semoga membantu
http://ruangpikir.multiply.com/journal/item/106/Perkalian_dengan_angka_9_99_999_sangat_mudah

Rabu, 31 Maret 2010

OSN ke-9 tahun 2010 diselenggarakan di Medan


Jakarta (Mandikdasmen): Olimpiade Sains Nasional (OSN) ke IX pada tahun 2010 akan diselenggarakan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Demikian salah satu butir sambutan Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Sesditjen Mandikdasmen), Dr. Bambang Indriyanto, pada acara penutupan OSN di Hall C2 Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat (Sabtu, 8 Agustus 2009).

Bambang Indriyanto menyampaikan hal tersebut, sebelum mengumumkan juara umum OSN ke delapan yang dimenangkan oleh Provinsi DKI Jakarta.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, Drs Bahrumsyah MM., yang datang mewakili Gubernur Provinsi Sumatera Utara, mengatakan bahwa segenap stake holder pendidikan dan Pemerintah Daeran Provinsi Sumatera Utara telah siap menyelenggarkan dan menyambut peserta OSN ke IX, di Kota Medan.

“Sayonara Jakarta, selamat datang peserta Olimpiade Sains Nasional (OSN) tahun depan di Sumatera Utara, Medan,” kata Bahrumsyah dalam sambutannya, setelah menerima Panji OSN dari Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Mandikdasmen), Prof Suyanto Ph. D.*

Sumber: web mandikdasmen.depdiknas

Selasa, 09 Maret 2010

Seleksi Pra OSN SD Negeri 01 Campago Ipuh




Bukittinggi, 10 Maret 2010.
Setelah melalui beberapa kali tahapan seleksi Pra OSN tingkat SD Negeri 01 Campago Ipuh, Pada hari Senin 8 Maret 2010 terpilih 6 orang siswa terbaik yaitu Rifqi, Nada, Indah, nadya, Tarra dan Nisya. Untuk kategori Sains, peraih nilai terbaik adalah Nadya Fauziah, Nada Adriantoni dan Aulia Tarra nazifa. Sedangkan kategori matematika adalah Rifqi Ridha putra, Indah Kemala maharani dan Nisya Anggraini.

Seleksi yang dilaksanakan secara marathon semenjak awal februari lalu memang terasa agak berat bagi peserta, akan tetapi semangat untuk maju tetap terpancar di raut wajah mereka. Apalagi motivasi yang diberikan oleh pembinan OSN, Masri, S. Pd juga cukup efektif untuk mendongkrak semangat mereka.

Pada hari Rabu, 10 Maret 2010 diadakan kembali seleksi untuk memilih siswa terbaik untuk masing-masing kategori. Sesuai dengan petunjuk teknis dari Kasi Kurikulum Dikbudora, bahwa untuk kategori sekolah kecil diwakili oleh 1 orang, sekolah sedang 2 orang dan sekolah besar 3 orang untuk masing-masing kategori.

Dengan persiapan yang lebih dini ini. semoga prestasi tingkat nasional yang pernah diraih oleh kota Bukittinggi pada tahun 2009 lalu, yang diwakili oleh Amelia, dari SD Negeri 04 Birugo, peraih medali Perunggu Nasional, dapat diraih kembali.

Rabu, 17 Februari 2010

Pembelajaran yang menyenangkan perlu dukungan kelas yang nyaman


Penerapan PAIKEM dalam Proses Pembelajaran

Secara garis besar, PAIKEM dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.

2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.

3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’

4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.

5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

PAIKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama KBM. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut adalah tabel beberapa contoh kegiatan KBM dan kemampuan guru yang besesuaian.




Pembelajaran Yang Menyenangkan

Pembelajaran Yang Menyenangkan berawal dari strategi membangkitkan potensi besar yang dimiliki siswa.
Gambar ini merupakan sekilas kegiatan eksperimen sederhana di kelas IV




Rabu, 03 Februari 2010

Pengembangan SDM Sedini Mungkin di Sekolah Dasar





Pengembangan SDM Sedini Mungkin di Sekolah Dasar

UMUMNYA para pendidik telah mengenal bahwa fokus pengajaran murid-murid sekolah dasar adalah agar murid menguasai kemampuan dasar yang tercakup dalam rumus 3-R. yaitu Aritmetik, Reading dan Writing. Atau dengan kata lain penguasaan dalam berhitung, membaca dan menulis.

Bagaimana penguasaan murid-murid atas kemampuan dasar ini, orang melihat sesuai dari kaca mata mereka masing-masing. Tidak sedikit orang, yang mengatakan bahwa kemampuan dasar murid dalam berhitung, membaca dan menulis telah mantap begitu mendengar bahwa di sekolah yang bersangkutan ada segelintir murid yang memperoleh NEM yang cukup baik.

Namun secara umum kalau kita perhatikan sertifikat NEM anak-anak Yang mendaftar ke tingkat SLTP banyak menunjukkan angka kemampuan berhitung, Kita sebut saja nilai matematika yang begitu jelek. Dapat kita perkirakan bahwa kemampuan mereka dalam membaca dan menulis juga jelek.

Untuk mencek kemampuan membaca murid pada tingkat SLTP dan SLTA dapat dicek lewat pemanfaatan buku-buku teks mereka. Kalau kita mengunjungi perpustakaan sekolah tingkat SLTP dan SLTA maka akan kita jumpai tumpukan buku-buku teks yang lumayan banyaknya tanpa ada disentuh atau dimanfaatkan. Meskipun untuk menyediakannya pemerintah telah menghabiskan milyaran rupiah dari proyek penyediaan buku-buku. Begitu pula dengan buku-buku teks yang ada di dalam tas sekolah mereka, terlihat masih utuh sebagai tanda bahwa belum dimanfaatkan walau tidak semua murid yang bersikap demikian). Ini akibat kebiasaan murid yang. gemar menghafal catatan pelajaran mereka, ketimbang menganalisa buku-buku teks pelajaran mereka.

Pada akhir tahun di kelas tiga, tingkat SLTA, siswa musti menyelesaikan sebuah karya tulis sebagai syarat untuk dapat mengikuti EBTA dan EBTANAS. Tetapi mereka seolah-olah mencerminkan ketidakmampuan dalam menulis karya tulis. Dan memang kenyataannya mereka betul-betul banyak yang tidak mampu dalam menulis karya tulis yang begitu sederhana. Sehingga mereka terpaksa menempuh jalan curang, misalnya, dengan memalsukan karya tulis kakak kelas yang telah lulus pada tahun lain.

Dari sebuah dialog ringan dengan mahasiswa KKN tertangkap kesan tentang melemahnva semangat mahasiswa dalam peningkatan SDM. Pergi kuliah hanya asal-asalan saja. Banyak mereka yang enggan datang ke kampus dan suka menitipkan absen. Hari-hari mereka lewati dengan hura-hura. Kemudian pada musim tentamen mereka suka menggunakan jimat, catatan kecil, ala anak SMU atau mencari sopir ujian. Sebab sang dosen tidak mungkin dapat mengenali semua mahasiswanya karena itulah suatu stereotype, atau pandangan umum, bahwa hubungan dosen dan mahasiswa adalah “siapa lu dan siapa gua”. Dengan kata lain hubungan mereka adalah sebatas membayar kewajiban saja, yang penuh dengan ketidakacuhan atau ketidakpedulian.

Banyak tudingan bahwa kebodohan murid di sekolah berawal dari kenakalan karena orang tua mereka ada yang “‘broken” atau orang tua tidak peduli dengan pendidikan anak. Itu sangat benar. Tetapi ada pula malah orang tua begitu peduli dengan pendidikan anak, dan lingkungan sosial anak begitu sehat. Malah si anak kok begitu sudi mengungkapkan ingin untuk tarik diri dari dunia sekolah karena tidak dapat mengikuti pelajaran demi pelajaran. Kendala yang dialami oleh anak atau murid seperti ini disebabkan karena rendahnya kemampuan membaca mereka. Barangkali penyebabnya adalah karena di dalam keluarga mereka tidak dibiasakan budaya membaca. Buku-buku dan majalah adalah benda langka untuk dijumpai.

Bukan berarti orang tua mereka tergolong tidak mampu. Malah orang tua dapat memenuhi kebutuhan permainan elektronika mungkin karena bersaing dengan anak tetangga. Dan begitu pula orang tua mereka mampu membeli sarana hiburan yang serba mewah meski sebagai prestise dan menunjukkan kepada lingkungan, karena sebagian orang kita bermental suka pamer, bahwa mereka termasuk orang yang cukup “the have”.

Dalam zaman global informasi dan komunikasi ini, masih cukup banyak orang tua yang berfikiran mundur. Mereka akan mengatakan. bahwa berlangganan majalah itu percuma sebab tidak akan mengenyangkan perut. “Bukankah uangnya lebih baik untuk dibelikan sama kue”, demikian menurut orang tua yang bersikap “stomach oriented”. Ada lagi orang tua yang mencela anaknya yang sudah mulai gemar membaca sebagai membuang-buang waktu. Image seperti ini diperoleh dari keluarga pedagang dan tentunya tidak semua pedagang yang begitu, dimana bagi mereka waktu adalah benar-benar uang.

Murid-murid yang melarikan diri dari sekolah bisa jadi karena kejenuhan di dalam kelas karena tidak menguasai pelajaran. Rasa jenuh dapat mendatangkan rasa benci pada pelajaran dan berakhir dengan perseteruan antara guru-guru.

Macetnya komunikasi guru-murid dalam kelas disebabkan kepasifan murid dengan sikap yang suka membisu dalam seribu bahasa. Banyak juga guru yang kesal, begitu ia serius dalam proses belajar mengajar dan bertanya untuk mendapatkan umpan balik. Dan ketika ditanya “apakah kamu sudah paham atau belum mengerti”, dijawab oleh murid dengan wajah “no comment”

Kesulitan murid dalam memahami pelajaran dan kepasifan murid dalam berkomunikasi, secara lisan dan tulisan, adalah karena anak atau murid lemah dalam kemampuan membaca. Penyebabnya karena mereka tidak terlatih dengan budaya membaca sejak dini.

Membaca adalah satu bagian dari aspek berbahasa. Dan bahasa adalah sarana untuk mengekspresikan fikiran. Orang yang bahasanya teratur maka fikirannya juga teratur. Sebaliknya dalam bahasa yang macet terdapat pula kemacetan dalam berfikir. Dan rata-rata murid yang macet dalam berfikir. Dan inilah yang harus kita atasi secepatnya.

Syukurlah kalau dalam suatu kelas, terutama di Sekolah Dasar, cukup banyak anak yang berlangganan majalah. Tentu mereka mendapat kemudahan dalam memahami setiap pelajaran. Memang ada korelasi langsung antara anak yang gemar membaca dengan prestasi mereka dalam belajar. Dan idealnya memang setiap anak memang harus gemar membaca. Maka kita patut mengacungkan jempol bagi orang tua murid yang menyokong anak mereka di rumah agar selalu membaca apalagi menyediakan bagi anak mereka dana khusus agar anak mereka dapat berlangganan majalah anak-anak.

Tampaknya hanya segelintir saja orang tua yang mampu baru mendorong anak mereka untuk membudayakan membaca di rumah. Dan cukup terbatas pula jumlah orang tua yang punya kelebihan dan untuk berlangganan majalah anak-anak. Tampaknya masih ada usaha lain yang dapat diterapkan oleh guru-guru untuk mengembangkan kebiasaan anak dalam membaca yaitu pemanfaatan pustaka sekolah.

Penulis : Marjohan (Guru SMA Negeri 3 Batusangkar)

Selengkapnya

Pembelajaran Pengembangan diri di Tingkat SD




Pembelajaran Pengembangan diri di Tingkat SD

Secara konseptual, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 kita mendapati rumusan tentang pengembangan diri, sebagai berikut :
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.

Berdasarkan rumusan di atas dapat diketahui bahwa Pengembangan Diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Dengan sendirinya, pelaksanaan kegiatan pengembangan diri jelas berbeda dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran. Seperti pada umumnya, kegiatan belajar mengajar untuk setiap mata pelajaran dilaksanakan dengan lebih mengutamakan pada kegiatan tatap muka di kelas, sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum (pembelajaran reguler), di bawah tanggung jawab guru yang berkelayakan dan memiliki kompetensi di bidangnya. Walaupun untuk hal ini dimungkinkan dan bahkan sangat disarankan untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran di luar kelas guna memperdalam materi dan kompetensi yang sedang dikaji dari setiap mata pelajaran.

Sedangkan kegiatan pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Salah satunya dapat disalurkan melalui berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang disediakan sekolah, di bawah bimbingan pembina ekstra kurikuler terkait, baik pembina dari unsur sekolah maupun luar sekolah. Namun perlu diingat bahwa kegiatan ekstra kurikuler yang lazim diselenggarakan di sekolah, seperti: pramuka, olah raga, kesenian, PMR, kerohanian atau jenis-jenis ekstra kurikuler lainnya yang sudah terorganisir dan melembaga bukanlah satu-satunya kegiatan untuk pengembangan diri.

Di bawah bimbingan guru maupun orang lain yang memiliki kompetensi di bidangnya, kegiatan pengembangan diri dapat pula dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar jam efektif yang bersifat temporer, seperti mengadakan diskusi kelompok, permainan kelompok, bimbingan kelompok, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Selain dilakukan melalui kegiatan yang bersifat kelompok, kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan pula melalui kegiatan mandiri, misalnya seorang siswa diberi tugas untuk mengkaji buku, mengunjungi nara sumber atau mengunjungi suatu tempat tertentu untuk kepentingan pembelajaran dan pengembangan diri siswa itu sendiri.

Selain kegiatan di luar kelas, dalam hal-hal tertentu kegiatan pengembangan diri bisa saja dilakukan secara klasikal dalam jam efektif, namun seyogyanya hal ini tidak dijadikan andalan, karena bagaimana pun dalam pendekatan klasikal kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya relatif terbatasi. Hal ini tentu saja akan menjadi kurang relevan dengan tujuan dari pengembangan diri itu sendiri sebagaimana tersurat dalam rumusan tentang pengembangan diri di atas.

Dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terjadi pengurangan jumlah jam efektif setiap minggunya, namun dengan adanya pengembangan diri maka sebetulnya aktivitas pembelajaran diri siswa tidaklah berkurang, siswa justru akan lebih disibukkan lagi dengan berbagai kegiatan pengembangan diri yang memang lebih bersifat ekspresif, tanpa “terkerangkeng” di dalam ruangan kelas.

Kegiatan pengembangan diri harus memperhatikan prinsip keragaman individu. Secara psikologis, setiap siswa memiliki kebutuhan, bakat dan minat serta karakateristik lainnya yang beragam. Oleh karena itu, bentuk kegiatan pengembangan diri pun seyogyanya dapat menyediakan beragam pilihan.
Hal yang fundamental dalam dalam kegiatan Pengembangan Diri bahwa pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali dengan upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui teknik tes (tes kecerdasan, tes bakat, tes minat dan sebagainya) maupun non tes (skala sikap, inventori, observasi, studi dokumenter, wawancara dan sebagainya).

Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains kelas 4







Pendekatan Konstruktivisme

Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat sekolah dasar.

Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing

pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk peserta didik. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri. Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.Untuk membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina

John Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berkesinambungan. Beliau juga menekankan kepentingan keikutsertakan peserta didik di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran

Janassen et.al (1999) berpendapat proses pembelajaran berlaku berdasarkan pengalaman seseorang. Pengetahuan yang mereka peroleh itu adalah hasil interpretasi pengalaman tersebut yang disusun dalam pikiran/otak seseorang. Pengetahuan yang diterima para peserta didik secara formal di sekolah tidak boleh 100% (seluruhnya) dipindahkan guru kepada peserta didik tersebut. Dengan kata lain, guru harus berupaya untuk membina para siswa dalam upaya membentuk pengetahuan tersebut berdasarkan pengalamannya masing-masing.

Merril (1991) mengelompokkan teori konstruktivisme ini kepada beberapa bagian, yaitu:

  • Pengetahuan yang dibentuk melalui pengalaman
  • pembelajaran adalah intepretasi seseorang terhadap lingkungan sekitarnya.
  • pembelajaran merupakan satu proses aktif yang dibina dari pengalaman seseorang
  • Konsep terhadap sesuatu pengalaman dibina dari penyatuan beberapa perspektif secara kolaboratif (konstruktivism kognitif dan konstruktivism sosial)
  • pembelajaran dibina didalam situasi nyata.
Melalui teori konstruktivisme ini, diharapkan pengajaran guru itu dapat memberi peluang kepada peserta didik untuk meramalkan secara bebas dan terbuka segala pengetahuan setelah proses pembelajaran berlangsung. Pengajaran secara tidak langsung itu nanti dapat memberi satu pengalaman baru kepada peserta didik. Pengalaman itu akan dikaitkan pula dengan teori kognitif di mana ia akan disimpan dalam ingatan atau memori peserta didik baik pada jangka pendek atau ingatan jangka panjang

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa:

  • murid tidak hanya dibekali dengan fakta-fakta, melainkan diarahkan pada kemampuan penguasaan dalam proses berfikir dan berkomunikasi,
  • Guru hanya merupakan salah satu sumber pengetahuan, bukan orang yang tahu segala-galanya. Jadi guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing belajar peserta didik.
  • sebagai implikasinya, dalam penilaian pun harus mencakup cara-cara penyelesaian masalah dengan berpatokan pada aturan yang berlaku. Teknik-teknik tersebut dapat berbentuk peta konsep, diagram ven, portopolio, uji kompetensi, dan ujian komprehensip

Implikasi konstrukstivisme terhadap pembelajaran adalah:

  • pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, jika peserta didik tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.
  • Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya.
  • Untuk memutuskan (menilai) keputusannya, peserta didik harus bekerja sama dengan peserta didik yang lain.
  • Guru harus mengakui bahwa peserta didik membentuk dan menstruktur pengetahuannya berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya, seperti bahasa, matematika, musik dan lain-lain.